Makna Tempe dalam Kehidupan Sehari-hari Orang Jawa
CampurKita - Ada satu suara khas dari dapur rumah Jawa yang sering kali kita abaikan:
“cessss…” suara minyak panas saat sepotong tempe mendarat di wajan.
Sederhana, tapi di banyak rumah, justru di situlah cerita dimulai.
Pagi itu, di sebuah rumah di pinggiran Yogyakarta, seorang ibu berdiri di dapur dengan jarik dililit rapi. Di sebelahnya, anak kecil duduk di bangku kayu pendek, mengamati setiap gerakan tangan ibunya yang membalik tempe goreng. Tidak ada resep tertulis, tidak ada takaran pasti—hanya rasa yang diwariskan dari generasi ke generasi.
“Tempe iki, Le, nek ra ono, rasane ora wareg,”
katanya sambil tersenyum.
Tempe ini, Nak, kalau nggak ada, rasanya belum kenyang.
Tempe: Bukan Sekadar Lauk Murah
Bagi banyak orang di luar Jawa, tempe mungkin hanya dikenal sebagai lauk murah meriah. Tapi bagi orang Jawa, tempe adalah kawan setia di meja makan. Ia hadir di banyak momen:
-
di piring sarapan, menemani nasi hangat dan sambal bawang,
-
di meja makan siang, jadi pelengkap sayur bening atau lodeh,
-
di malam hari, jadi tempe bacem manis gurih yang rasanya seperti pelukan setelah hari panjang.
Tempe itu fleksibel:
bisa jadi tempe goreng krispi, tempe bacem manis, tempe mendoan lembut, sampai orek tempe yang manis pedas. Ia mengikuti selera rumah, tapi tetap menjaga jati dirinya: sederhana, jujur, apa adanya.
Dan mungkin di situ letak maknanya.
Di banyak keluarga Jawa, tempe itu seperti pengingat:
hidup tidak perlu mewah, yang penting cukup, hangat, dan bisa dibagi bersama.
Dapur Jawa, Tempe, dan Nilai “Nerimo”
Dalam budaya Jawa, ada satu nilai yang sering ditekankan: “nerimo ing pandum” – menerima jatah hidup dengan lapang dada. Tempe, dengan segala kesederhanaannya, seperti cerminan nilai itu.
Saat kondisi keuangan sedang seret, tempe selalu bisa diandalkan.
Saat ada tamu mendadak datang, tempe bisa diolah cepat untuk menemani teh manis.
Saat anak-anak pulang sekolah dan lapar, tempe goreng panas bisa bikin mereka senyum lagi.
Tempe jadi simbol bahwa:
-
kesederhanaan bukan kelemahan,
-
hidangan murah bukan berarti tidak bermakna,
-
yang biasa-biasa saja justru sering paling dirindukan.
Di banyak keluarga, ada memori yang sama:
ibu di dapur, suara tempe digoreng, aroma bawang putih yang harum, dan suara piring beradu di meja makan kayu. Sederhana, tapi penuh rasa aman.
Tempe sebagai Simbol Kebersamaan
Tempe juga punya cara unik untuk menyatukan orang.
Coba ingat:
-
Nasi kucing di angkringan – sering isi lauknya tempe bacem kecil.
-
Warteg di pinggir jalan – hampir pasti ada satu tray khusus untuk tempe.
-
Nasi tumpeng atau acara selamatan – kadang ada orek tempe atau tempe kering.
Dalam banyak acara, tempe hadir bukan karena murah, tapi karena familiar. Semua orang tahu rasanya, semua orang bisa menikmatinya. Tempe jarang bikin orang merasa “tidak cocok”, karena sejak kecil ia sudah hadir di piring-piring rumah.
Mungkin karena itu juga, tempe terasa seperti bahasa yang sama di meja makan Jawa:
meski tiap rumah punya cara olah berbeda, tempe selalu bisa dimengerti.
Dari Dapur Tradisional ke Dunia
Lucunya, dulu tempe kadang dianggap “makanan orang kecil”. Tapi pelan-pelan, tempe mulai naik kelas:
-
di restoran modern, tempe disajikan cantik dengan saus rempah,
-
di luar negeri, tempe dikenal sebagai sumber protein nabati yang sehat,
-
di kafe-kafe, kita mulai lihat menu seperti tempe burger atau tempe wrap.
Tempe tidak lagi hanya “lauk sederhana”, tapi juga wakil budaya – terutama budaya Jawa – di panggung kuliner dunia. Dari dapur ibu di kampung sampai restoran di kota besar, tempe membawa cerita yang sama:
tentang kesederhanaan, kehangatan, dan kebersamaan.
Penutup: Tempe di Piring, Cerita di Hati
Malam nanti, saat kamu makan dan menemukan potongan tempe di piringmu, mungkin kamu akan melihatnya sedikit berbeda.
Bukan hanya kedelai fermentasi, bukan hanya lauk murah, tapi:
-
saksi bisu obrolan keluarga,
-
pengisi piring saat dompet tipis,
-
teman setia di samping sepiring nasi hangat.
Bagaimana denganmu?
Apa kenangan paling kuatmu dengan tempe di rumah—tempe goreng sederhana kah, tempe bacem manis, atau mendoan panas yang dimakan sambil nonton hujan? 😊
Coba ceritakan, mungkin dapurmu punya kisah tempe yang tak kalah hangat.